Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2019

Serpihan Rasa

Serpihan rasa lima tahun silam masih membekas. Ingatanku tak bisa terbendung ketika Mas Bayu menemaniku waktu itu untuk main futsal. Tak lupa juga ketika dia mengantarkanku pergi pertandingan, hingga semua peristiwa penting tentangnya dan terakhir kali ketika ia merawatku di rumah sakit. perasaan sayang itu masih ada dan tak berubah dari lima tahun silam. Aku masih melihatnya sebagai sosok kakak yang tak ingin jauh. Di tengah suara doa-doa yang tak ku mengerti artinya, aku melihat Mas Bayu sangat serius. Raut wajahnya tak bisa menyembunyikan bahwa ia sangat kehilangan seseorang. Aku duduk bersila di sampingnya berusaha ingin menghibur, tapi bingung dengan cara apa. Karena sekarang tak hanya Mas Bayu yang harus aku bantu hatinya untuk pulih, melainkan sosok kecil yang sekarang duduk di pangkuanku. Ucapan doa-doa yang semakin mendayu membuat semua orang larut dalam kesakralan. Beberapa di antaranya mencicipi makanan yang sudah dihidangkan. Aku mengingat kembali pertemuan awal kami d

Berdua Tanpa Jeda

Bulir peluh mulai mengalir merusak bedak di wajah. Walau aku sudah menepikan motorku di bawah pohon Asem, tampaknya siang ini terlalu bersemangat membagikan sinar ultranya. Sedangkan Wiwin, Harusnya kami sudah berangkat setengah jam yang lalu, mengingat kegiatan pembukaan acara di Bumi Perkemahan Ngandasan Patakan semakin mendekati waktu yang diagendakan. Ku putuskan untuk mengirimkan pesan ke Wiwin. “Hei, Beb! Sudah di mana?” pesan terkirim langsung centang biru. Tak berapa lama orangnya sudah ada di depan mata. Tanpa ada rasa bersalah, dia menyapaku riang. “Ayo, cepat!! Nanti kita telat..” ucapnya mendesakku segera menyalakan motor. Aku cukup menggelengkan kepala atas tingkahnya itu. Bukankah dia yang membuat perjalanan kita terlambat, batinku. Kami sepakat untuk boncengan saja, sedangkan motornya dititipkan di rumah mertuaku yang tak jauh dari lokasi tempatku menunggu. Terik matahari tak menyurutkan semangat kami untuk menuju lokasi dengan rute yang berliku. Di ten

Waktu Bersamamu

Ilustrasi Copyright : Evan S. Aku berjalan penuh semangat menuju ruang tunggu Bandara Soekarno Hatta Terminal III. Aku akan melakukan penerbangan ke Surabaya, menjemput Oma yang ingin merayakan Natal di Jakarta. Ku lihat ornamen natal sudah mulai menghiasi sudut-sudut Bandara. Pemandangan ini memang sudah biasa aku lihat di ruang-ruang publik. Aku bersyukur tinggal di Indonesia, karena walaupun agama yang aku anut adalah minoritas, tetapi mendapatkan sikap baik dari negara dan masyarakat lainnya. Jujur, masih banyak kasus diskriminasi di daerah lain terkait susahnya mendirikan Gereja. Aku pikir itu hanya masalah waktu, kita semua pada akhirnya akan saling dewasa menyikapi perbedaan. Mengingat masalah sikap dewasa terhadap perbedaan, aku jadi teringat seseorang. Dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupku, keluargaku, dan khususnya bagi Kak Tania. Sudah lama aku tak mendengar kabar tentangnya. Oh, aku salah. Bahkan dia tak pernah mengucapkan selamat tinggal kepadaku.