Langsung ke konten utama

Hai Guru Online

Dunia cepat berubah. Cita-cita pun tak lagi terbatas jadi polisi, tentara, atau dokter. Anak-anak kecil bisa saja menyebut jadi selebgram adalah impiannya. Sebuah profesi yang akan sulit dipahami oleh orang generasi pada sepuluh tahun lalu. Aku pun bernasib sama. Kuliah dengan jurusan pendidikan, membayangkan setelah lulus akan mengajar di depan kelas, melihat wajah-wajah penasaran siswa, dan tampil rapi dengan sepatu pantofel hitam mengkilat. Tapi apa yang terjadi hari ini?

Ku pandangi sekitar tempatku tak ada siswa yang terbayangkan dulu. Hal yang terlihat justru orang-orang seusiaku duduk berkelompok dengan aktivitas masing-masing di meja kerjanya. Satu hal yang kurang ku sukai dari pekerjaan ini, ruangan kerjanya tak ada pembatas. Aku tak pernah nyaman dengan kebisingan, sehingga sering aku memakai headset supaya bisa konsentrasi menulis naskah pengajaran. Sedangkan di depanku, beberapa rekan dalam tim sibuk dengan desain gambar dan animasi, sebuah pekerjaan yang menunjang aktivitasku.

Belum dapat setengahnya aku menulis, Meta menepuk pundakku.

“Dias, 15 menit lagi kita syuting ya,” ucapnya.

“Loh, bukannya masih ada waktu setengah jam lagi ya Ta?” koreksiku.

“Ayolah, kemarin kan sempat lama juga, sampai jam makan siang kita kepotong. Jadi kita percepat saja ya, soalnya yang lain pun siap kok” Meta mengatupkan tangannya dengan ekspresi memohon. Tentu saja aku tak mungkin melawan seorang Quality Control atau dalam pekerjaan umum biasa disebut manajer.

Lima belas menit kemudian, aku menuju tempat syuting. Tim pengambilan gambar masih sibuk mengatur kameranya. Aku sudah bersiap dengan naskah yang disiapkan. Ku lihat Meta tampak sekali sibuk mengarahkan tim lainnya. Aku memperhatikan dengan baik tingkah lakuknya. Tak pernah ku bayangkan profesiku jadi seperti ini. Aku jadi teringat pertama kali bergabung.

Tahun 2018 kondisinya belum sekompleks ini. Bermula dari iseng-iseng membuka lowongan pekerjaan. Aku menemukan sebuah promosi JADIGURU yang menawarkan menjadi pengajar berbasis online. Berhubung waktu itu aku masih kuliah pascasarjana, maka sifatnya adalah tenaga lepas. Aku mendapat tawaran untuk mengajar bidang kewarganegaraan. Tiga bulan percobaan ku jalani dengan kinerja yang kurang maksimal. Aku butuh penyesuaian dari yang awalnya mengajar secara tatap muka dan beralih ke sistem online. Di tahun itu JADIGURU belum seperti sekarang yang sudah berupa aplikasi dan dilengkapi alat pintas yang beragam. Seingatku, bentuknya masih berupa website. Tim nya juga belum ramai seperti sekarang.

“Diaaaaas….” Teriakan Meta membuyarkan lamunanku.

“Eh sudah mau mulai ya?” ucapku. Kini tak ada lagi ngajar langsung di depan kelas. Hal yang perlu aku siapkan justru kelincahan di depan kamera dengan penampilan yang rapi. Bulan pertama, membutuhkan penyesuaian tentang hal tersebut.

Dalam aku bekerja, setidaknya dibutuhkan tim sebanyak 30 orang. Mereka terbagi ke dalam penulisan naskah, mengawasi kualitas konten, jadwal syuting, pembuat soal, desain grafis dan animasi. Begitulah aku bersinggungan dengan berbagai bidang, yang dikontrol oleh Meta selaku pengatur kualitas konten. Sehingga aku lebih banyak berdiskusi tentang materi, terkadang juga berbincang hal pribadi. Meta orangnya asik dan menghargai rekan kerjanya. Hal yang menarik darinya adalah mengapresiasi rekan kerjanya dengan memberikan hadiah. Eits, jangan tanya apakah dia masih single ya, soalnya Meta sudah punya anak satu. Tapi tak banyak yang ku kenal juga dari perempuan itu, karena setiap pekan pasti dia pulang ke Bandung.

“Meta, akhir pekan ini pulang ya?” tanyaku di antara istirahat syuting.

“Iya, kenapa?” jawabnya.

“Gak jadi deh,” aku mengurungkan niat untuk mengajaknya nongkrong. Dia tak menanggapi lagi ucapanku. Karena anak-anak desain grafis memanggilnya.

Usai berbincang dengan Meta, aku kembali berkutat dengan materi yang sudah disiapkan. Aku masih harus mengembangkan diri untuk mampu menyampaikan materi dengan baik. Apalagi beberapa kritikan yang masuk untukku, katanya pembawaan materiku lamban. Ada juga yang kurang sopan dengan mengomentari bentuk fisik. Tapi aku berusaha untuk tetap menunjukkan yang terbaik. Oh iya, terkait dengan kecepatan durasi penyampaian, pelanggan JADIGURU sudah disiapkan menu yang bisa mempercepat atau memperlambat durasi. Aku rasa pelanggan hanya butuh ketelitian. Tampaknya mereka belum serajin itu membaca petunjuk aplikasi.

Cut..” Kepala operator kamera memutus proses syutingku.

Retake ya… terlihat kurang nice saja dilihat” komentarnya.

Aku pasrah saja mengulang syuting yang sudah ke lima kali ini. Namun belum sempat aku menyiapkan diri. Meta menghampiriku.

Are you okey?” ucapnya.

Aku mengembuskan nafas dengan berat hati. Mau bilang oke pun tampaknya Meta tidak akan percaya. Dia sudah kenal aku.

“Kita break dulu ya..” Meta memberi kode pada tim kameramen.

Meta mengajakku ke ruang yang terisolasi dari keramaian. Ia membenarkan posisi rambutnya.

“Meta, sorry ya” aku lebih dulu membuka topik sebelum dia mengintrogasiku.

It’s okey. Ada yang bisa dibagi?” tanyanya.

“Aku bingung mau mulai dari mana,” ucapku.

Well, kamu nyaman kerja di sini?” kuliknya.

“Jujur, aku butuh penyesuaian banyak di sini. Beda dengan pekerjaanku dulu yang mengajar langsung di depan kelas. Aku suka berada di depan kamera atau apa pun hal yang berkaitan dengan itu. Kamu rekan kerja yang baik…”

“Tapi…” Meta langsung memotong kalimatku. Ia paham bukan itu inti dari apa yang ingin ku sampaikan.

“Aku tak punya saudara. Lebih tepatnya aku anak tunggal. Terpenting, sekarang aku tinggal hanya berdua dengan Mama. Aku sangat menyayanginya, begitupun beliau ke aku. Masalahnya, pekerjaan ini bukanlah yang dia harapkan. Aku sudah berulang kali menyampaikan bahwa pekerjana ini tak ada bedanya dengan mengajar di kelas.” Jelasku membuat Meta mengangguk.

“Aku sudah ketemu poinnya. I mean, kamu sayang banget sama Mamamu.” Meta merubah posisi duduknya. Posisinya sejajar denganku dan lebih dekat.

“Dias, dengar baik-baik ya. Jangan pernah jadikan beban apa pun yang orangtua inginkan. Kita memang sulit memberikan penjelasan ke mereka. Why? kita lahir dalam generasi yang berbeda. Kamu cukup lakukan yang terbaik dan buktikan ke Mamamu bahwa kamu anak yang bisa diandalkan di mana pun. Mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat beliau akan menangis haru menyaksikan anaknya berhasil dengan karyanya. Sekali lagi, jangan sibuk menjelaskan, tapi sibuklah membuktikan,” ucapnya.

Aku tertegun atas apa yang disampaikan Meta. Dia lalu menepuk pundakku berkali-kali. Sebuah tanda semangat atas hal yang membuatku galau. Yah, selama ini aku menjadikan beban atas apa pun yang Mamaku minta atau komentari. Aku tak pernah melihatnya dari sisi yang berbeda bahwa dia hanya butuh aku membuktikan sebagai anak yang diandalkan.

Usai mendapatkan nasehat dari Meta, aku melanjutkan kembali syuting materinya dan berjalan lancar. Aku merasa lebih baik dari sebelumnya. Materi yang ku sampaikan tidak lagi harus diulang. Meta pun memberikan isyarat bahwa aku telah melakukan yang terbaik.

Melihat orang-orang bersiap pulang, maka aku pun memutuskan merapikan meja kerjaku dan segera kembali ke kosan. Ku cek ponselku ada notifikasi dari Mama.

“Besok kamu pulang ya, Mama nyiapin masakan spesial” tulisnya.

Aku tersenyum senang mendapat kabar itu. Aku membatin, ada isyarat apa yang membuat Mama repot memasakkan untukku? Namun aku tak ingin menanyakan sekarang, sebaiknya besok biar menjadi kejutan buatku.

Hari yang ditunggu telah tiba. Akhir pekan yang biasa bangun sedikit siang, ku putuskan untuk pagi segera menuju stasiun Cikini. Antrian penumpang di peron tak sebanyak biasanya. Bisa jadi aku yang bangun terlalu pagi. Ku lirik alroji, benar saja baru jam 7.30 WIB. Sambil menunggu kereta tujuan Nambo, aku mengecek video-video yang diunggah di aplikasi JADIGURU. Aku sengaja melihat apakah ada respon dari pelanggan terkait materi yang ku sampaikan.

“Materi ini mudah dipahami. Terima kasih ya..” komentar pelanggan bernama Arina.

“Keren, jauh lebih baik cara menyampaikannya dibanding sebelumnya,” komentar pelanggan bernama Shanty.

“Berkat materi ini, nilai PAS ku dipuji guru,” komentar Ilham.

Beberapa komentar lainnya hanya mengirimkan tanda jempol. Ternyata yang dibilang Meta benar. Aku hanya perlu melakukan yang terbaik. Tidak sia-sia aku setiap pagi berangkat kerja melewati jalan berliku untuk menjadi bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa.

Aku sudah melakukan apa yang ku suka. Jauh sebelum aku masuk sebagai tutor di JADIGURU, aku pun sudah mengajar anak-anak dengan berbagai masalah dan kritikan. Kalau hanya masalah performa, aku nyerah, bagaimana dulu aku menghadapi lembaga pendidikan yang penuh dengan tekanan dari berbagai pihak, teman guru, kepala sekolah, hingga jam ngajar yang cukup menyita waktu kuliah pascasarjanaku. Di balik semua kritikan pedas dari pelanggan atau rekan kerja, dan juga tekanan dari Mama, tak seharusnya menjadikanku nyerah kan? Akhirnya aku bisa menyemangati diriku sendiri.

Ma, sekarang anakmu tidak lagi galau bisa membanggakanmu atau tidak. Aku percaya, apa pun yang ku lakukan, dan siapa pun aku kelak, kamu akan terus menyayangiku. Aku tak akan protes apa pun yang kamu katakan lagi. Melainkan semua perkataanmu akan ku jadikan motivasi memberikan yang terbaik buat diriku, kamu, dan manfaat orang banyak.

Lamunanku buyar ketika bunyi informasi kereta tujuan Nambo sudah terdengar. Beberapa orang saling merapat menghadap pintu masuk KRL. Aku pun bersiap untuk bertemu Mama. Menghampiri satu-satunya alasan aku menjadi orang hebat. Menyapa seseorang yang akan menjadi priorotasku dalam mengambil keputusan besar. Mama, aku menyayangimu.

Hallo Guru Online, semoga siapa pun yang menjalani kehidupan yang sama denganku bisa termotivasi untuk terus memberikan yang terbaik. Dunia telah banyak berubah, maka tak ada yang keliru menjadi Guru Online atau tatap muka di kelas. Tak ada yang perlu merasa lebih baik. Mari kita semua saling mendukung untuk anak-anak Indonesia. Aku bangga menjadi bagian dari kemajuan teknologi JADIGURU.

Plug… sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselku.
“Selamat Dias. Kamu mendapat tambahan satu materi baru. Silakan klik link di bawah ini untuk verifikasi. Terima kasih”

Begitulah bunyi email masuk dari admin JADIGURU.

Alhamdulillah, Tahun 2020 menjadi harapan baru untukku menjadi yang lebih sibuk dan berkualitas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keluarga Singgah

Usai membahas tentang Pare. Amir kali ini menceritakan tentang kehidupannya di Plantinum Camp. Sebuah asrama yang berfungsi untuk tinggal sementara para pelajar bahasa Inggris. Ada beberapa aturan ketat yang perlu dipatuhi oleh penghuni. Salah satunya, wajib menggunakan bahasa inggris selama berada di lingkungan asrama. Oh iya, pemimpin Asrama adalah Mister Gio. Dia juga seorang pengajar di lembaga kursus Platinum. Namun, selama Amir tinggal di asrama tersebut, lebih banyak waktu yang dipilihnya untuk belajar di lembaga lain. Satu kamar berisi antara 4 hingga 6 orang. Kalau sedang musim libur sekolah, bisa lebih dari itu. Nah, di awal masuk, kondisi kamar masih normal. Selang dua minggu kemudian, datanglah rombongan anak SMP dan SMA yang memilih liburannya dengan belajar bahasa Inggris. Jadilah, kamar yang awalnya diisi 4 orang bertambah. Tapi bukan masalah besar. Justru ada perasaan senang karena tambah teman. Suasana keakraban di Platinum Camp selayaknya rumah. Walaupun baru kenal,

Waktu Bersamamu

Ilustrasi Copyright : Evan S. Aku berjalan penuh semangat menuju ruang tunggu Bandara Soekarno Hatta Terminal III. Aku akan melakukan penerbangan ke Surabaya, menjemput Oma yang ingin merayakan Natal di Jakarta. Ku lihat ornamen natal sudah mulai menghiasi sudut-sudut Bandara. Pemandangan ini memang sudah biasa aku lihat di ruang-ruang publik. Aku bersyukur tinggal di Indonesia, karena walaupun agama yang aku anut adalah minoritas, tetapi mendapatkan sikap baik dari negara dan masyarakat lainnya. Jujur, masih banyak kasus diskriminasi di daerah lain terkait susahnya mendirikan Gereja. Aku pikir itu hanya masalah waktu, kita semua pada akhirnya akan saling dewasa menyikapi perbedaan. Mengingat masalah sikap dewasa terhadap perbedaan, aku jadi teringat seseorang. Dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupku, keluargaku, dan khususnya bagi Kak Tania. Sudah lama aku tak mendengar kabar tentangnya. Oh, aku salah. Bahkan dia tak pernah mengucapkan selamat tinggal kepadaku.

Cinta Yang Menyakitkan (Part 5)

Mendung menggantung di langit-langit Makam. Suasana duka masih menyelimuti keluarga Lala. Tanah kuburan baru saja menutupi jasat kembang desa itu. Bunga kamboja ikut berguguran mengirim rasa empati yang mendalam atas terpisahnya dua insan yang saling mencintai itu. Burung Gagak tak berniat lagi untuk bersiul, kehadirannya sudah cukup bukti bahwa duka kehilangan itu sangat nyata. Kepergian Lala diantarkan oleh orang sekampung. Menurut tradisi di kampung tersebut juga ditanamkan pohon pisang pada tanah makam. Hal itu dilakukan mengingat gadis tersebut belum menikah. Tak seperti biasanya, pemakaman Lala menjadi sangat istimewa dengan bumbu kisah cinta yang memilukan. Banyak pemuda desa yang mengagumi dan berniat untuk menjadi pendampingnya. Bahkan tunangannya merelakan diri pulang dari Malaysia demi ingin melihat jasad terakhir orang yang seharusnya ia nikahi nanti. Bapaknya pingsan berkali-kali di pemakamam, ketika sadar ia pun tak bergeming sama sekali. Prosesi mengadzankan jenazah pu